Manager adalah orang atau seseorang yang
harus mampu membuat orang-orang dalam organisasi yang berbagai karakteristik,
latar belakang budaya, akan tetapi memiliki ciri yang sesuai dengan tujuan (goals) dan teknologi (technology).
Dan tugas seorang manager adalah bagaimana mengintegrasikan
berbagai macam variabel (karakteristik, budaya, pendidikan dan lain sebagainya)
kedalam suatu tujuan organisasi yang sama dengan cara melakukan mekanisme
penyesuaian.
Setidaknya ada 3 (tiga) karakteristik yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kualifikasi seseorang untuk menjadi Manajer Proyek yaitu:
1. Karakter Pribadinya
2. Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
3. Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin
1. Karakter Pribadinya
2. Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
3. Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin
·
·
Memiliki
kemauan untuk mendefinisikan ulang tujuan, tanggung jawab dan jadwal selama hal
tersebut ditujukan untuk mengembalikan arah tujuan dari pelaksanaan proyek jika
terjadi jadwal maupun anggaran yang meleset.
·
Membangun
dan menyesuaikan kegiatan dengan prioritas yang ada serta tenggat waktu yang
ditentukan sebelumnya.
·
Memiliki
kematangan yang tinggi dalam perencanaan yang baik dalam upaya mengurangi
tekanan dan stres sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja tim.
·
Memiliki
pemahaman yang menyeluruh mengenai teknis pekerjaan dari proyek yang dikelola
olehnya.
·
Mampu
bertindak sebagai seorang pengambil keputusan yang handal dan bertanggung
jawab.
·
Memiliki
integritas diri yang baik namun tetap mampu menghadirkan suasana yang mendukung
di lingkungan tempat dia bekerjA.
·
Memiliki
pengalaman dan keahlian yang memadai dalam mengelola waktu dan manusia.
Karakteristik
Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
·
Memiliki
komitmen yang kuat dalam meraih tujuan dan keberhasilan proyek dalam jadwal,
anggaran dan prosedur yang dibuat.
Adapun
mekanisme yang diperlukan untuk menyatukan variabel diatas adalah sebagai
berikut:
§
Pengarahan
(direction) yang mencakup pembuatan keputusan, kebijaksanaan, supervisi, dan
lain-lain.
§
Rancangan
organisasi dan pekerjaan.
§
Seleksi,
pelatihan, penilaian, dan pengembangan.
§
Sistem
komunikasi dan pengendalian.
§
Sistem
reward.
Sabtu, 06 Juli 2013
// //
0
komentar
//
Constructive
Cost Model (COCOMO) Merupakan algoritma estimasi biaya perangkat lunak model
yang dikembangkan oleh Barry Boehm. Model ini menggunakan rumus regresi dasar,
dengan parameter yang berasal dari data historis dan karakteristik proyek
proyek saat ini.
Referensi untuk model ini biasanya menyebutnya COCOMO
81. Pada tahun 1997 COCOMO II telah dikembangkan dan akhirnya diterbitkan pada
tahun 2000 dalam buku Estimasi Biaya COCOMO II Software dengan COCOMO II.
adalah penerus dari COCOMO 81 dan lebih cocok untuk mengestimasi proyek
pengembangan perangkat lunak modern. Hal ini memberikan lebih banyak dukungan
untuk proses pengembangan perangkat lunak modern, dan basis data proyek
diperbarui. Kebutuhan model baru datang sebagai perangkat lunak teknologi
pengembangan pindah dari batch processing mainframe dan malam untuk
pengembangan desktop, usabilitas kode dan penggunaan komponen software
off-the-rak. Artikel ini merujuk pada COCOMO 81.
Jenis-Jenis COCOMO terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1. Basic COCOMO
Model COCOMO dapat diaplikasikan dalam tiga tingkatan
kelas:
a. Proyek organik (organic mode)
Proyek organik merupakan proyek dengan ukuran relatif
kecil, dengan anggota tim yang sudah berpengalaman, dan mampu bekerja pada
permintaan yang relatif fleksibel.
b. Proyek sedang (semi-detached mode)
Proyek sedang merupakan proyek yang memiliki ukuran
dan tingkat kerumitan yang sedang, dan tiap anggota tim memiliki tingkat
keahlian yang berbeda
c. Proyek terintegrasi (embedded mode)
Proyek terintegrasi merupakan proyek yang dibangun
dengan spesifikasi dan operasi yang ketat.
2. Intermediate COCOMO
Pengembangan model COCOMO adalah dengan menambahkan
atribut yang dapat menentukan jumlah biaya dan tenaga dalam pengembangan
perangkat lunak, yang dijabarkan dalam kategori dan subkatagori sebagai
berikut:
a. Atribut produk (product attributes)
1. Reliabilitas perangkat lunak yang diperlukan (RELY)
2. Ukuran basis data aplikasi (DATA)
3. Kompleksitas produk (CPLX)
b. Atribut perangkat keras (computer attributes)
1. Waktu eksekusi program ketika dijalankan (TIME)
2. Memori yang dipakai (STOR)
3. Kecepatan mesin virtual (VIRT)
4. Waktu yang diperlukan untuk mengeksekusi perintah
(TURN)
c. Atribut sumber daya manusia (personnel attributes)
1. Kemampuan analisis (ACAP)
2. Kemampuan ahli perangkat lunak (PCAP)
3. Pengalaman membuat aplikasi (AEXP)
4. Pengalaman penggunaan mesin virtual (VEXP)
5. Pengalaman dalam menggunakan bahasa pemrograman
(LEXP)
d. Atribut proyek (project attributes)
1. Penggunaan sistem pemrograman modern(MODP)
2. Penggunaan perangkat lunak (TOOL)
3. Jadwal pengembangan yang diperlukan (SCED)
3. Complete atau Detailed COCOMO
Dalam
hal ini adalah rincian untuk fase tidak diwujudkan dalam persentase, tetapi
dengan cara faktor-faktor pengaruh dialokasikan untuk fase. Pada saat yang
sama, maka dibedakan menurut tiga tingkatan hirarki produk (modul, subsistem,
sistem), produk yang berhubungan dengan faktor-faktor pengaruh sekarang
dipertimbangkan dalam persamaan estimasi yang sesuai. Selain itu detail cocomo
dapat menghubungkan semua karakteristik versi intermediate dengan penilaian
terhadap pengaruh pengendali biaya pada setiap langkah (analisis, perancangan,
dll) dari proses rekayasa PL
// //
0
komentar
//
informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic
data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,
telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.
Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan
yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu
pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce
dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir
kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik.
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di
wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki
akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Beberapa materi y ng diatur, antara lain:
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik
sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE).
2. tanda tangan elektronik
(Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE).
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik
(certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE).
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal
15 & Pasal 16 UU ITE).
// //
0
komentar
//
UU No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Indonesia telah memasuki sebuah tahapan baru
dalam dunia informasi dan komunikasi dalam hal ini adalah internet. Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang telah memulai
babakan baru dalam tata cara pengaturan beberapa sistem komunikasi melalui
media internet yakni seperti informasi, pertukaran data, transaksi online dsb.
Hal itu dilakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat sebuah draft atau aturan dalam bidang
komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 telah disahkan menjadi
UU oleh DPR. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi,
dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal
yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem
elektronik. Hal tersebut adalah sebuah langkah maju yang di tempuh oleh
pemerintah dalam penyelenggaraan layanan informasi secara online yang mencakup
beberapa aspek kriteria dalam penyampaian informasi. Untuk itu tentu dibutuhkan
suatu aturan yang dapat memberikan kepastian hukum dunia maya di
Indonesia. Maka diterbitkanlah undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah “UU ITE”.
Tujuan UU ITE
1.
Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian
dari masyarakat informasi dunia.
2.
Mengembangkan perdagangan dan perekonomian
nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3.
Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan
publik.
4.
Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada
setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan
tanggung jawab.
5.
Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian
hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
Contoh Kasus UU ITE
Agus Hamonangan diperiksa oleh penyidik Polda
Metro Jaya Sat. IV Cyber Crime yakni Sudirman AP dan Agus Ristiani. Merujuk
pada laporan Alvin Lie, ketentuan hukum yang dilaporkan adalah dugaan perbuatan
pidana pencemaran nama baik dan fitnah seperti tercantum dalam Pasal 310, 311
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta dugaan perbuatan
mendistribusikan/mentransmisikan informasi elektonik yang memuat materi
penghinaan seperti tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) Pasal 45 ayat (1) UU Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
Pada dasarnya,
hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas
suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta
atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis
lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer,
siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam
Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19
Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”, (pasal 1 ayat 1).
Contoh kasus
pelanggaran hak cipta
Jakarta -
Perseteruan Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) dengan restoran cepat saji
A&W menyeret nama penyanyi kondang Glenn Fredly. Glenn yang lagunya ikut
diputar oleh restoran A&W tanpa izin akan menjadi saksi kasus tersebut.
"Nama Glenn sudah ada di dalam BAP, dia akan jadi saksi di pengadilan
nanti," jelas Mahendradatta selaku kuasa hukum YKCI di Kejaksaan Negeri
Jakarta Selatan, kawasan Kebayoran Baru, Kamis (9/11/2006). Selaku pemegang
kuasa yang sah dari 2500 pencipta lagu, YKCI pada Senin (20/3/2006) melaporkan
A&W Family Restaurant ke Polres Metro Jakarta Selatan. Oleh YKCI, restoran
cepat saji tersebut dianggap telah memutar lagu-lagu penyanyi Indonesia maupun
mancanegera tanpa seizin si pencipta lagu. Selain Glenn, mereka yang juga ikut
dirugikan A&W diantaranya Radja, Tito Sumarsono dan Andre Hehanusa. YKCI
menduga pelanggaran yang dilakukan A&W tersebut telah berlangsung selama
delapan tahun yaitu sejak 1998-2006. A&W dianggap melanggar pasal 72
Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jika diketahui bersalah,
Direktur A&W Zaina Siman yang menjadi tersangka kasus ini, diancam 7 tahun
penjara dan denda Rp 5 miliar. Pada Kamis (9/11/2006) ini kasus perseteruan
A&W dengan YKCI sudah sampai pada tahap penyerahan bukti ke Kejaksaan
Negeri Jakara Selatan. Sejumlah pengurus YKCI dan kuasa hukum yayasan tersebut
ikut datang untuk membuktikan kalau kasus pelanggaran hak cipta ini memang
serius ditangani mereka. Menurut Mahendradatta, bukti yang diserahkan adalah
seperangkat komputer dan daftar lagu-lagu yang diputar tanpa izin Sebenarnya
sebelum akhirnya melaporkan A&W ke Polres Jakarta Selatan, YKCI sudah
telebih dahulu menyarankan pada A&W untuk mentaati UU No. 19 tahun 2002
tentang hak cipta. Sayangnya saran YKCI tersebut dianggap angin lalu oleh
restoran franchise asal Amerika Serikat itu. "Tadinya tidak menentang.
Tapi kemudian mereka diberi informasi oleh sekelompok produser kalau pencipta
lagu itu sudah tidak punya hak apa-apa. Padahal itu salah," jelas
Mahendradatta. Restoran A&W dilanjutkan Mahendradatta hanyalah salah satu
contoh dari banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia.
Sebenarnya masih ada sejumlah restoran lain dan hotel yang melakukan kesalahan
sama seperti A&W.
UU No. 36 tahun
1999 tentang Telekomunikasi
Asas
dan Tujuan Telekomunikasi
Menurut
UU No. 36 pasal 2 telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil
dan merata, kepastian hukum, keamanan, ekmitraan, etika dan kepercayaan pada
diri sendiri.
Dan telekomunikasi diselenggarakan
dengan tujaun untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan
ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
Penyelenggaraan
Komunikasi
Menurut
UU No. 36 Pasal 7 penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
- Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
- Penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan, yaitu:
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
- Badan Usaha Mili Daerah (BUMD)
- Badan usaha swasta
- Koperasi
- Penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk keperluan sendiri, keperluan pertahanan keamanan Negara, dan keperluan penyiaran. Dimana hal ini dapat dilakukan oleh:
- Perseorangan
- Instansi pemerintah
- Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dimana dalam penyelenggaraannya,
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Melindungi kepentingan dan keamanan Negara
- Mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global
- Dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan
- Peran serta masyarakat.
Penyidikan
Berdasarkan
UU No. 36 Pasal 44 Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai penyidik di bidang
telekomunikasi berwenang:
- Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- Melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi
- Menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
- Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka
- Melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi
- Menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi
- Menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi
- Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi, dan
- Mengadakan penghentian penyidikan.
Sanksi
administrasi dan ketentuan pidana
Berdasarkan
Pasal 45 barang siapa melanggar ketentuan ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18
ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29
ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34
ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi, yaitu berupa pencabutan
izin yang dilakukan setelah diberi peringatan tertulis. Ketentuan pidana yang
terdapat pada Undang-undang ini memilik 12 ketentuan berdasarkan pidana yang
dilakukan serta denda yang didapat, yaitu:
- Tidak mendapatkan izin dalam penyelenggaraan telekomunikasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau dennda paling banyak Rp 600.000.000,00
- Penyelenggara jaringan telekomunikasi tidak menjamin kebebasan pengguna memilih jaringan telekomunikasi maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
- Penyelenggara telekomunikasi tidak memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran dan penyampaian informasi penting maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00
- Setiap orang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau manipulasi maka dpidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00
- Penyelenggaraan telekomunikasi menyambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya dan tidak menyambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00
- Memperdagangkan, membuat, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis maka akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
- Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasl 33 ayat 1 atau pasal 33 ayat 2 maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00. Tetapi apabila tindak pidana mengakibatkan matinya seseorang maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
- Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
- Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
- Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rabu, 22 Mei 2013
// //
0
komentar
//
search box
clock
Gunadarma
About Me
Category
- Gedget (1)
- kisah nabi (13)
- lyrics (1)
- resume teori organisasi umum 2 (8)
- tips (2)
- tulisan (8)
Total Tayangan Halaman
Link
Followers
My Slide show
Banner
FREAKPAPER
Move your mouse to go back to the page!
Gerakkan mouse anda dan silahkan nikmati kembali posting kami!
Original design by: freakpaper.blogspot.com - freakpaper.blogspot.com - Oktober 2010